Jumat, 17 Desember 2010

Novel Perancis Terjemahan

JALINAN ULAR BERBISA
NOVEL PERANCIS KARYA FRANCOIS MAURIAC

Seseorang akan heran menemukan sebuah surat dalam peti besi, diatas setumpuk surat berharga. Sebaiknya kalu aku menitipkan surat ini kepada notaries yang akan menyerahkannya kepadamu sesudah aku mati. Pada saat saat aku tak dapat tidur aku selalu membayangkannya tergeletak diatas tutup besi itu, peti besi yang kosong, yang tidak ada isinya kecuali pembalasan dendam yang telah dipersiapkan masak-masak selama lebih dari setengah abad.
Hampir surat-surat itu tidak akan ditemukan dalam peti itu dan aku telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Lama aku mengira bahwa rasa benci itu adalah bagian dari diriku yang paling hidup. Setelah menjadi tua seperti ini rasanya susah membayangkan ketika dahulu aku masih menjadi orang sakit yang penuh kedengkian dan melewatkan waktu malam, bukan lagi dengan merencanakan pembalasan dendam, melainkan dengan mencari cara untuk menikmatinya, yang perlu diusahakan agar aku tidak terlalu cepat memberikan surat kuasa padamu untuk membuka peti besi ini, agar aku memberikannya cukup terlambat supaya dapat menikmati kabahagiaan terakhir mendengar pertanyaan yang diucapkan dengan putus asa.
Hari sudah pukul 4 dan baki bekas makanku, piring-piring kotor yang menarik perhatian lalat, masih berserakan diatas meja. Pada hari itu pikiran yang pertama-tama akan muncul dibenak anak kita Genevieve tentulah meminta kamar ini untuk anak-anak. Aku sendirian menempati kamar yang paling luas, kamar yang paling kena sinar matahari.
Selera bermusuhan memang merupakan warisan keluarga. Aku sering mendengar dari ibuku bahwa ayahku bermusuhan dengan orang tuanya. Kami tidak pernah mengetahui asal mula semua pertengkaran ini, tetapi kami merasa tidak perlu mempersoalkan lagi dasar kebencian itu; dan sampai sekarang aku masih membuang muka kalau bertemu lagi dengan keluarga jauh, tetapi tidak demikian halnya dengan anak-anak dan istri sendiri.
Apa artinya demam menulis yang menyerangku pada hari ini, hari ulang tahunku? Aku memasuki usia 68 tahun dan hanya aku sendiri yang mengetahuinya. Aku melihat tulisanku, huruf-huruf yang miring kea rah yang sama, seperti pohon-pohon pinus dihembus angin barat. Dengarkan: Mula-mula aku berbicara dengan kau mengenai suatu pembalasan dendam yang telah lama direnungkan dan tidak jadi kulaksanakan. Namun ada sesuatu dalam dirimu, sesuatu yang ingin ku ungguli, yakni kebungkamanmu. Terutama setelah peristiwa Villenave. Ketika secara mendadak aku menjadi pengacara besar seperti yang dikatakan surat-surat kabar. Semakin cenderung aku mempercayai kehebatanku, kau semakin member kesan bahwa aku tidak berarti apa-apa.
Lama aku mengira bahwa itu suatu cara, suatu prasangka yang latar belakangnya tidak diketahui, sampai pada suatu hari aku mengerti bahwa alasannya semata-mata karena kau tak acuh. Mungkin aku patut mengkhawatirkan bahwa surat ini akan disobek setelah membaca baris-baris pertamanya. Engkau tidak pernah mau pergi kesana untuk melihatnya. Jangan khawatir: Disini aku lebih ingin mengajukan tuntutan kepada kalian, daripada mengungkapkan pidato penguburan yang berisi puji-pujian yang sebelumnya telah kutulis sendiri.
Kemampuan menipu diri sendiri yang telah menolong sebagian besar orang agar tetap bias hidup, tidak pernah ada dalam diriku. Aku selalu sadar sepenuhnya tentang segala kedengkian yang kurasakan.
Sedikit orang yang menemukan kembali kenyataan yang sebenarnya, jarak yang dapat dijangkau pandangan matanya, dunia yang hanya ditemukan kebanyakan orang dalam diri sendiri, waktu mereka mau berusaha dan bersabar untuk mengingat-ingatnya.
Sekali-kali kau jangan menyangka bahwa ketidakbahagian kita ini bersumber pada rasa cemburu. Kalau dipikir baru 45 tahun kemudian aku mendapat kesempatan untuk menyatakan pikiran tentang hal itu. Kucoba kesempatan terakhir ini. Barangkali kalau sudah mati aku akan lebih dapat menguasaimu daripada ketika masih hidup. Paling tidak pada hari-hari pertama. Untuk beberapa minggu lamanya aku akan memperoleh tempat kembali dalam hidupmu. Walau hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban, kau akan membaca halaman-halaman ini sampai akhir; aku perlu mempercayai kemungkinan ini. Aku percaya…
TIDAK, selama kau memberikan pengakuan itu aku tidak cemburu sedikit pun. Bagaimana caranya menerangkan kepadamu agar kau mengerti apa yang dihancurkan oleh pengakuan tersebut dalam diriku? Aku anak satu-satunya janda yang kau kenal itu, atau lebih baik: kau telah hidup didekatnya selama bertahun-tahun tanpa mengenalnya.
Itu adalah tebusan untuk masa kanak-kanak yang dihabiskan untuk belajar, masa remaja yang tidak sehat, seorang pemuda yang sedang tumbuh tidak boleh hidup dengan membungkuk terus-menerus didepan meja, dengan bahu meliuk, sampai lewat pukul 1 malam, dengan sikap menyepelekan segala bentuk latihan jasmani.
Kalau menulis merupakan pekerjaanku, aku tak mungkin dapat mengambil selembar halaman yang mengharukan dari kehidupanku sebagai anak sekolah menengah. Tunggu…..namun ada juga suatu hal, hampir tidak ada artinya.
Sesudah menderita penyakit paru-paru yang mengubah nasibku, aku melewati bulan-bulanan yang suram dirumah peristirahatan di Arcachom, tempat tenggelamnya seluruh ambisiku untuk masuk universitas kerena ditelan oleh keadaan kesehatan yang sangat buruk. Ibu sangat menjengkelkan karena untuknya hal itu tidak menjadi persoalan dan menurut pendapatku dia tidak memperdulikan masa depanku.
Sejak hari-hari berhawa panas yang pertama, aku berhasil mengalahkan penyakit, seperti yang dikatakan ibuku. Dalam arti yang sesungguhnya memang aku hidup kembali. Aku menjadi gemuk, menjadi lebih kuat. Badan ini, yang telah begitu menderita karena cara hidup yang kupaksakan, berkembang pesat dihutan kering yang penuh pohon genet dan arbousier itu, yaitu pada waktu Arcachom masih merupakan sebuah desa.
Aku mendirikan sebuah klub studi yang berkumpul di café Voltaire, tempat aku berlatih debat. Walaupun sangat pemalu dalam kehidupan pribadi, aku menjadi orang lain dalam perdebatan-perdebatan di muka umum. Aku mempunyai pengikut-pengikut. Aku menikmati kedudukan sebagai pemimpin mereka. Namun, sesungguhnya aku memandang mereka sama rendahnya dengan kaum borjuis itu.
Kebencianku pada agama tidak ku buat-buat. Semacam keinginan untuk membela keadilan sosial juga menyiksaku. Aku mengharuskan ibu agar menghancurkan rumah-rumah dari tanah tempat petani-petani kami hidup dengan air air gendi dan roti hitam. Untuk pertama kalinya dia berusaha melolak keinginanku.
Maafkan aku karena berlambat-lambat begini. Tanpa mengetahui hal-hal kecil ini, barangkali kau tidak akan mengerti apa artinya pertemuan kita untuk seorang pemuda yang mudah tersinggung semacam diriku pada waktu itu, apa artinya percintaan kita waktu itu. Aku, anak petani, dan yang ibunya “mengenakan tutup kepala” aku kawin dengan orang Fondaudage! Hal tersebut benar-benar diluar jangkauan daya khayal, hal itu tak terbayangkan.
Aku berhenti menulis karena hari bertambah gelap dank arena aku mendengar orang berbicara diruang bawah. Bukan karena kalian rebut, melainkan karena kalian berbicara dengan suara perlahan-lahan dan itulah yang menyusahkan hatiku.
Lagipula pagi itu yang kurasakan mungkin hanyalah gejolak perasaan yang berlangsung beberapa detik saja. Rasanya masih terbayang ake berjalan kembali kerumah. Waktu itu belum jam 8 dan matahari sudah bersinar terik.
Aku berlari ke meja kerjaku, kubuka laci yang ku kunci, dari dalamnya ku keluarkan sehelai sapu tangan lusuh, yakni saputangan yang pernah kugunakan untuk menyusut airmatamu pada malam hari di Superbagneres dulu. Kuikatkan pada sebuah batu. Sapu tangan itu kulemparkan ke dalam danau, yang ditempat kita biasa disebut Gouttiu.
Namun aku tak akan sampai-sampai pada akhir pengakuanku apabila aku terus menerus mencampurkan masa sekarang dengan masa lampau. Aku akan berusaha menyusun pengakuan ini secara lebih teratur.
Aku tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menulis. Namun aku segan tidur, membaringkan diri, bahkan pada waktu keadaan hatiku memungkinkannya. Pada usiaku, rasa ngantuk menarik perhatian maut, kita tidak boleh berpura-pura mati. Selama aku tetap berdiri, kukira maut tidak akan dapat dating. Apakah yang kutakutkan daripadanya, penderitaan lahiriah, penderitaan pada sekarat akhir? Tidak, tetapi aku takut karena maut itu sesuatu yang tidak ada, sesuatu yang tidak dapat ditafsirkan dengan tanda.
Bahkan orang-orang terbaik sekalipun tidak belajar mencintai sendirian saja; untuk membebaskan diri dari kekonyolan, dari dosa dan dari kebodohan manusia, kita harus memiliki rahasia cinta yang tidak lagi dikenal di dunia ini. Selama rahasia itu belum ditemukan lagi, sia-sia saja niat untuk mengubah keadaan manusia: kukira egoismelah yang menjadikanku terasing dari segala yang menyangkut persoalan ekonomi dan pergaulan sosial. Memang benar bahwa aku dahulu makhluk mengerikan yang kesepian dan tidak peduli, tetapi dalam diriku ada juga perasaan, suatu keyakinan yang samar, bahwa tidak ada gunanya mengubah wajah dunia secara drastis; kita harus mengerti dunia ini melalui hati. Aku mencari satu-satunya hati yang mungkin akan dapat melaksanakan kemenangan ini dan bagi dia sendiri hatinya haruslah inti dari segala hati, pusat segala cinta yang menyala-nyala. Keinginanku itu, mungkin sudah dianggap sebagai doa.
Aku berdiri tertegun, ditengah-tengah ruangan, terhuyung-huyung, seolah-olah terpukul. Aku memikirkan hidupku. Tidak, arus berlumpur seperti itu tak mungkin diperbaiki. Dahulu aku begitu brengsek sehingga tak punya teman seorang pun. Namun, kataku dalam hati, bukankah itu disebabkan aku tak mampu berpura-pura? Seandainya semua orang hidup tanpa topeng sama sekali seperti yang kulakukan selama setengah abad lamanya, mungkin orang akan heran karena perbedaan tahap-tahap diantara mereka begitu kecil. Sesungguhnya tak seorang pun tampil dengan wajah tak bertopeng, tak seorang pun. Sebagian besar berpura-pura berjiwa besar atau bersikap mulia. Tanpa mereka ketahui mereka menyesuaikan diri dengan tokoh-tokoh dalam karya sastra atau tokoh-tokoh lain. Para santo mengetahuinya, mereka membenci dan memandang rendah diri sendiri karena mereka sadar bagaimana mereka sebenarnya. Mungkin aku tidak akan begitu direndahkan seandainya aku tidak begitu berterusterang, terbuka, begitu telanjang.
Demikianlah pikiran-pikiran yang mengejar-mengejarku malam itu, waktu aku hilir-mudik dalam ruangan yang suram, sambil terantuk-antuk pada kayu mahoni dan kayu mawar sebuah mebel yang berat, yang mirip dengan kapal landas dari masa lampau sebuah keluarga, tempat begitu banyak tubuh yang kini telah tiada pernah bertelekan atau berbaring. Sepatu laras anak-anak mengotorkan dipan itu tatkala mereka duduk dengan santai untuk membuka-buka halaman Le Monde Illustre tahun 1870. Pada tempat-tempat yang tertentu kainnya masih tetap hitam. Angin bertiup mengelilingi rumah, menghembuskan daun-daun kering pohon tilleul. Rupanya orang lupa menutup jendela sebuah kamar.
Akhirnya, satu-satunya perempuan yang mungkin dapat mengerti diriku dikucilkan dan dipisahkan dari manusia hidup lainnya. Namun aku merasakan suatu kedamaian yang mendalam. Setelah tidak memiliki apa-apa lagi, terkucil, berada dibawah ancaman maut yang mengerikan, aku tetap tenang, penuh perhatian, jiwa tetap waspada. Kenangan tentang hidupku yang sedih tidak menekan perasaanku. Aku tidak merasakan beratnya tekanan tahun-tahun yang gersang itu… seakan-akan aku belum menjadi seorang kakek yang sakit payah, seakan-akan aku masih memiliki seluruh kehidupan dihadapanku, seakan-akan rasa damai yang menguasai diriku ini merupakan seseorang.
Sedikit sekali tempat yang tersisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting yang kau ajukan. Adikku Genevieve, dalam krisis yang kita alami ini, persoalan yang harus kita pecahkan memang mengkhawatirkan: apabila kita menyimpan lembaran-lembaran uang itu dalam peti besi, kita harus melanjutkan hidup kita dengan menggunakan uang modal, itu berarti rugi. Apabila sebaliknya kita mengajukan perintah pembelian di dalam Bursa, kupon-kupon yang akan kita peroleh tidak akan melegakan hati kita karena nilai-nilainya terus-menerus merosot. Oleh karena dengan cara mana pun kita tetap merugi, tindakan yang paling bijaksana adalah menyimpan uang kertas keluaran Banque de France itu: nilai Franc memang tidak seberapa, tetapi uang itu dijamin dengan persediaan emas banyak sekali.
Tentang hal ini ayah kita telah membuat ramalan yang tepat dan kita harus mengikuti contoh yang ditunjukkannya itu. Adikku Genevieve, ada godaan yang harus kau lawan dengan segenap kekuatanmu: yakni godaan untuk menanam uang apapun yang terjadi: yakni kebiasaan yang telah sedemikian mendarah daging dikalangan orang Perancis. Tentu saja kita harus hidup sehemat mungkin. Kau tahu bahwa kau selalu dapat meminta pertolonganku, apabila kau membutuhkan sebuah nasihat. Walaupun zaman sedang sulit, dari hari ke hari dapat muncul juga kesempatan-kesempatan: saat ini aku sedang mengamati dari dekat sebuah perusaan Kina dan sebuah perusahaan minuman keras yang dicampur adas manis. Itulah jenis perusaan yang tidak akan menderita karena krisis ini. Menurut pendapatku ke jurusan itulah kita harus mengarahkan pandangan kita yang berani dan sekaligus juga hati-hati.
Aku senang sekali mendapat kabar lebih baik tentang Janine. Untuk sementara kita tidak perlu takut karena ketaatannya beragama yang berlebih-lebihan yang membuat hatimu khawatir. Yang penting bahwa pikirannya tidak tertuju pada Phili. Untuk selebihnya, dia akan menemukan ukurannya sendiri: dia termasuk ras yang selalu mampu membatasi diri agar tidak menyalahgunakan hal-hal terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar